Minggu, 15 Juli 2012



Takwil; Antara Teologi dan Teosofi

Oleh: Fahim Khasani

Terma takwil adalah tema yang krusial dalam diskursus Tafsir. ia menempati posisi yang sentral guna mengharmonisasikan kontradiksi antara Al-Aql dan al-Naql. Al-Qur'an dengan tabiat bahasa arabnya tidak mungkin untuk dipahami secara lugu. Klasifikasi tentang ayat Muhkamat dan Mutasyabihat secara tersirat mengindikasikan hal itu. Meski ada sebagian pakar mengatakan bahwa ayat Mutasyabihat bisa dipahami oleh mereka yang sampai pada tingkat pemahaman yang tinggi (al-Rasikhun fi al-Ilm).[1] Al-Qur'an terlalu agung jika hanya didekati dengan makna literal. Pendekatan seperti itu terbukti tidak mampu untuk menjawab kegelisahan yang selama ini bermunculan. Tema tentang ilahiyyat menjadi bukti yang tidak bisa dipungkiri.


Al-Qur'an diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dengan menggunakan bahasa arab, bahasa manusia.[2] Hal ini tidak lain adalah agar manusia bisa memahami maqashid yang hendak disampaikan melalui susunan ayat-ayatNya. Namun justru dari sana muncul sebuah problema. Al-Qur'an dalam berbagai ayat yang berisi tentang ilahiyyat menggunakan diksi yang sarat dengan dimensi manusia yang serba terbatas, jauh dari sifat-sifat Tuhan yang maha Jalal dan Jamal itu. Semisal kata Al-Yad, al-Wajh, al-Dhahir, al-Bathin dan lain sebagainya.

Selasa, 10 April 2012


Spirit Revolusi Al-Qur’an

Oleh: Fahim Khasani

Sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban islam adalah peradaban teks. Ini bukan berate sebuah ‘teks’ dengan sendirinya melahirkan peradaban, namun ia lebih menjurus ke dialektika antara teks dengan realita yang hidup (al-Waqi’ al-Ma’asy). Sebuah dialektika yang mampu merubah tata moral-sosial secara menyeluruh sampai pada aspeknya yang paling dalam. Hanya dalam kurun waktu 2 dekade al-Qur’an mampu merubah moralitas bangsa Arab-jahily. Sebuah masyarakat yang menggunakan hukum rimba sebagai tolak ukur, yang kuat meraja dan yang lemah merana. Sungguh merupakan revolusi sosial yang sangat cepat dan tepat.

Kondisi masyarakat arab era jahily memang sudah melenceng jauh dari sifat manusiawi. saling bunuh merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan terhadap anaknya sendiri. Sejarah merekam ketika seorang ibu melahirkan anak perempuan, tanpa pikir panjang dikubur bayi perempuan tak berdosa itu. Sebab melahirkan anak perempuan dianggap sebagai aib yang sangat memalukan bagi bangsa petarung seperti mereka.


Mengaku Nabi

Oleh: Fahim Khasani

I
Persoalan nabi palsu bukanlah hal yang baru dalam fenomena perjalanan Islam. Ia muncul –bahkan- saat Nabi Muhammad Saw masih sugeng. Adalah Musailamah al-Kadzab (12 H) dari Bani Hanifah dan Al-Aswad al-'Anasiy (12 H) dari Shan'a, Yaman, orang yang mengaku mendapat wahyu dan menjadi nabi. Musailamah dengan segenap kemampuan nyleneh yang dimiliki mendeklarasikan diri sebagai utusan Tuhan untuk meringankan beban Nabi Muhammad Saw menyebarkan agama islam. Tak hanya itu, ia juga mendaku bahwa malaikat Jibril menurunkan kitab suci untuknya yang serupa dengan Al-Qur'an.

Kasus Musailamah adalah salah satu dari sejumlah kasus munculnya nabi palsu yang pernah terjadi. Dewasa ini kasus nabi palsu juga terjadi di Indonesia. Sebut saja Lia aminudin (Lia Eden), Ahmad Mukti (adik Lia Eden) dan Ahmad Mosaddeq (H Abdussalam). Nama-nama tersebut pernah menjadi headline di berbagai media massa
lantaran pengakuannya yang tergolong aneh dan nyleneh, mengaku nabi. label sesatpun langsung dialamatkan kepada mereka.


Fenomena mengaku nabi ternyata merata, terjadi di hampir seluruh Negara yang penduduknya mayoritas muslim. Entah apa faktor yang melatarinya, yang jelas hal tersebut adalah sebuah problem yang harus disikapi dengan baik dan bijak. Meski demikian api yang mereka mereka nyalakan dapat dipadamkan dengan mudah. Sebab Sudah merupakan kesepakatan final, bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Pamungkas dari segenap nabi yang diutus oleh Allah Swt. Ini berarti tidak akan ada nabi baru yang datang setelahnya. Kesepakatan ini muncul bukan tanpa dalil. Berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan beberapa riwayat hadits membuktikan hal itu.