Minggu, 04 Desember 2011

Transkip Diskusi Al-Mizan Study Club; Eksistensi Ilmu Hadits


Sebagai tiang kedua setelah Al-Qur’an, hadits menempati posisi yang sentral dalam kajian keilmuwan Islam. Tak heran sarjana klasik begitu antusias meneliti dan menggeluti kajian ini. dimulai pada era sahabat, era terbaik sebagaimana disabdakan oleh kanjeng Rasul, Hadits mulai diperhatikan; dihafal, diriwayatkan dan ditulis –oleh sebagian sahabat-, Meski perhatian yang dicurahkan ketika itu tak sebanding dengan perhatian terhadap Al-Qur’an. Mereka mendatangi halaqah-halaqah Nabi, menyimak segala ucapannya, mengikuti apa yang dilakukannya dan meriwayatkan dan mengajarkan segala apa yang diperoleh dari Nabi kepada sahabat lain. Keadaan seperti ini berjalan secara terus menerus secara alami.


Tidak bisa dipungkiri bahwa sahabat selain menghadiri pengajian Nabi Muhammad Saw, mereka juga berjibuki dengan kesibukan yang bervariasi; berdagang, bertani, menggembala, berperang dan lain sebagainya. Sehingga tidak semua bisa duduk manis mendengar petuah-petuah nabawi. Namun ini bukan halangan yang berarti bagi mereka, ketika seorang tidak hadir, sahabat lain memberitahukan dan menyampaikan apa yang didapat dari sana. Sebuah keraguan –terkadang- muncul dari seorang sahabat atas kebenaran yang disampaikan oleh rekannya. Sehingga dia membutuhkan bukti hanya untuk menerima hal tersebut. Bukti yang dipinta adalah syahid, seorang yang juga mendengar langsung wejangan itu dari Nabi Muhammad Saw. Tentunya kasus seperti ini marak pasca mangkatnya Nabi Muhammad Saw, sebab tidak ada lagi sosok yang dijadikan rujukan apabila muncul problematika baru.

The Mistics of Islam[1]
[ Menguak Historisitas Kaum Esoterik ]
Oleh: Fahim Khasani
Prolog
Tasawuf dan sufi, mungkin dua kata ini sudah tidak asing di telinga para akademisi muslim seperti kita. Namun mungkin masih banyak yang sering bertanya-tanya “apa sih Tasawuf itu? Bagaimana tasawuf dalam islam itu muncul?” Berawal dari pertanyaan inilah penulis dengan segala keterbatasannya berusaha mengupas sisi historis mistikisme Islam(baca: tasawuf).


Tasawuf sebagai sebuah obyek esoterik dalam Islam dalam bentangan sejarahnya banyak menuai kritikan, terutama kritik kiri yang kerap dilontarkan oleh kaum orientalis. Mereka yang notabenenya bukan beragama Islam ingin memunculkan image atau kesan buruk terhadap dunia mistik umat Islam dan Islam itu sendiri.

Tulisan yang cukup amburadul ini selain memotret historisitas singkat mistikisme Islam, juga memotret tarekat-tarekat sufi yang tumbuh subur dan menjadi representasi tasawuf masa kini.

Kamis, 01 Desember 2011

Imam Al-Ghazali; Sang Mufassir Yang Terlupakan


Oleh: Fahim Khasani


Siapa yang tidak pernah mendengar imam Al-Ghazali, sosok yang ‘alim mausu’i itu. Tak kurang dari 200 karya dari berbagai macam disiplin ilmu telah ditulisnya. Kepakarannya dalam bidang Ushul fiqh tidak diragukan lagi. Melalui karyanya Al-Mustashfa fi ilm al-Ushul, Al-Ghazali berhasil mengharmonisasikan Mantiq Aristoteles ke dalam Ushul fiqh yang terejawentah dalam qiyas (silogisme). Padahal di sisi lain pada masanya banyak sarjana Islam klasik yang menentang peredaran Mantiq bahkan mengaharamkannya.

Dunia Teologi pun tak luput dari pandangan Al-Ghazali. tak heran berbagai buku Teologi lahir dari tangan emasnya, semisal Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Al-Qisthas al-Mustaqim,  Fadhaih al-Bathiniyyah dan lain sebagainya. Dari kesekian karya yang ia tulis nampaknya Ihya ulumuddin menjadi magnum opus karyanya yang lebih ke arah kajian Teosofi itu, atau lebih tepatnya Fikih Batin.