Selasa, 10 April 2012


Mengaku Nabi

Oleh: Fahim Khasani

I
Persoalan nabi palsu bukanlah hal yang baru dalam fenomena perjalanan Islam. Ia muncul –bahkan- saat Nabi Muhammad Saw masih sugeng. Adalah Musailamah al-Kadzab (12 H) dari Bani Hanifah dan Al-Aswad al-'Anasiy (12 H) dari Shan'a, Yaman, orang yang mengaku mendapat wahyu dan menjadi nabi. Musailamah dengan segenap kemampuan nyleneh yang dimiliki mendeklarasikan diri sebagai utusan Tuhan untuk meringankan beban Nabi Muhammad Saw menyebarkan agama islam. Tak hanya itu, ia juga mendaku bahwa malaikat Jibril menurunkan kitab suci untuknya yang serupa dengan Al-Qur'an.

Kasus Musailamah adalah salah satu dari sejumlah kasus munculnya nabi palsu yang pernah terjadi. Dewasa ini kasus nabi palsu juga terjadi di Indonesia. Sebut saja Lia aminudin (Lia Eden), Ahmad Mukti (adik Lia Eden) dan Ahmad Mosaddeq (H Abdussalam). Nama-nama tersebut pernah menjadi headline di berbagai media massa
lantaran pengakuannya yang tergolong aneh dan nyleneh, mengaku nabi. label sesatpun langsung dialamatkan kepada mereka.


Fenomena mengaku nabi ternyata merata, terjadi di hampir seluruh Negara yang penduduknya mayoritas muslim. Entah apa faktor yang melatarinya, yang jelas hal tersebut adalah sebuah problem yang harus disikapi dengan baik dan bijak. Meski demikian api yang mereka mereka nyalakan dapat dipadamkan dengan mudah. Sebab Sudah merupakan kesepakatan final, bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Pamungkas dari segenap nabi yang diutus oleh Allah Swt. Ini berarti tidak akan ada nabi baru yang datang setelahnya. Kesepakatan ini muncul bukan tanpa dalil. Berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan beberapa riwayat hadits membuktikan hal itu.



II

Sosok nabi dalam sejarah peradaban manusia adalah sebagai perantara antara manusia (al-Nasut) dengan Tuhan (al-Lahut). Sosok tersebut tidak hanya ada dalam agama samawi. Peradaban manusia kuno semisal Yunani, Persia, China, India dan Mesir kuno juga meyakini adanya sosok nabi yang mendapatkan semacam wahyu dari langit. Tak heran jika Ali Mabruk dalam bukunya Al-Nubuwwah; Min ilm al-'Aqaid ila Falsafat al-Tarikh mengklasifikasikan nabi menjadi dua macam, yaitu: secara mitologi dan agama.

fungsi seorang nabi dalam mitologi peradaban kuno lebih seperti peramal yang mencari informasi masa depan yang didapat dari kabar langit. Dengan melakukan ritual-ritual tertentu kualitas spiritual seseorang akan meningkat dan terus meningkat, hingga akhirnya mencapai derajat tertinggi dan mendapatkan wahyu dari tuhan (al-Nubu'at al-ilahiyyah) dan mengetahui rahasia-rahasia ketuhanan yang tidak diketahui oleh kaum awam. Konsep nabi –dalam pemaknaan ini- adalah sebuah usaha yang bersifat insani bukan atas pilihan Tuhan sebagamana terkonsep dalam agama samawi. Atau dengan kata lain seorang nabi muncul dari bumi lalu naik keatas menuju langit (al-Shu'ud min al-Adna ila al-A'la), antroposentris murni.

Sebaliknya, dalam agama samawi, seorang nabi adalah sosok pilihan Tuhan yang diberi tugas untuk menyampaikan kebenaran dan mengatur keseimbangan hidup manusia dalam berbagai aspek (al-Hubuth min al-A'la ila al-Adna), teosentris. Terkhusus dalam Islam posisi seorang nabi sangat sentral. Sehingga tak berlebihan jika percaya terhadap adanya nabi menjadi salah satu rukun yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang yang hamba beriman.

Nabi adalah perantara dan penyampai pesan-pesan Tuhan. Oleh karenanya segala yang bersumber darinya merupakan manifestasi dari pesan langit yang hendak disampaikan guna memperbaiki kondisi moral manusia. tentunya setiap nabi membawa pesan tertentu yang sesuai dengan zaman dimana nabi tersebut diutus. Terlepas dari perdebatan teologis apakah diutusnya nabi merupakan kewajiban bagi Tuhan atau masuk kategori mumkinat, hadirnya seorang nabi adalah awal dari babak baru kehidupan.

Seorang nabi mengemban misi yang agung yaitu revolusi kehidupan di berbagai lini serta menumbuhkan perdamaian diantara manusia. Nabi Muhammad Saw lahir di tanah Makkah, dimana nilai kemanusiaan tidak lagi digunakan oleh manusia. hukum yang digunakan adalah hukum rimba. Namun dengan semangat revolusionis dan bimbingan wahyu Tuhan yang turun secara gradual (al-Qur'an dan Hadits), keadaan berangsur berubah menuju ke arah yang lebih baik.

Sebagai seorang manusia yang diberikan wahyu, ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya. Segala yang bentuk perbuatan, ucapan dan ketetapannya adalah manifestasi dari wahyu tuhan dan selalu dalam pengawasan langit. Sehingga apapun yang bersumber darinya adalah tauladan yang harus diikuti serta menjadi rujukan bagi generasi setelahnya. Mereka yang semasa dengan nabi mempunyai keistimewaan tersenidiri, lantaran mendapat emanasi dari cahaya nubuwah yang merupakan refleksi cahaya ketuhanan. Hal ini yang dimaksud dalam hadits:

Khair al-Qurun qarni, tsumma al-ladzi yalunah, tsumma al-ladzi yalunah.

Namun, silsilah kenabian telah berakhir dengan mangkatnya nabi Muhammad Saw. Ini berarti tidak ada lagi nabi baru setelahnya yang membawa ajaran baru. Berakhirnya kenabian bukan berarti emanasi cahaya nubuwah telah padam. Al-Qur'an dan Hadits yang ditinggalkannya adalah warisan agung dan penyambung cahaya nubuwah. Menjadi pedoman inti untuk melanjutkan misi yang diemban Nabi Muhammad Saw yaitu menebar kasih sayang dan perdamaian di bumi.

Oleh karenanya upaya ijtihad menjadi sangat urgen. Ijtihad untuk masa setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw lebih mirip seperti bahan bakar, supaya cahaya kenabian tidak lantas padam. Sehingga merupakan hal yang aneh jika kemudian ada upaya untuk menutup pintu ijtihad. Kejumudan atau kemandegan dalam berijtihad sama artinya dengan memadamkan cahaya nubuwah yang hanya akan menggagalkan misi yang diemban oleh Nabi Muhammad Saw, yaitu menebar rahmat dan kasih sayang.

Meski nabi adalah sosok pilihan yang berbeda, akan tetapi ia tetaplah seorang manusia yang hidup dalam komunitas tertentu, menggunakan bahasa, adat dan budaya tertentu. Sehingga dalam berijtihad hal tersebut selayaknya diperhatikan. Mengabaikan sisi kemanusiaan nabi hanya akan mencederai maksud dan misi yang diemban oleh nabi dan memadamkan cahaya kenabian.

Menarik apa yang dikatan oleh M. Iqbal sebagaimana dikutip oleh Abdul Karim Shorous bahwa dengan tertutupnya pintu kenabian maka manusia menemukan kebebasannya. Dalam artian tidak perlu menunggu sosok pembaharu ajaran langit (Mushlih samawi). Sebab baginya era kenabian adalah masa kanak-kanak -jika Dianalogikan dengan vase pertumbuhan manusia-. Dimana pada masa tersebut seorang anak selalu mendapatkan pengawasan khusus.

Adapun pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw menurutnya, manusia sudah mulai menginjak masa dewasa dan sudah mempunyai nalar yang matang. Sehingga pengawasan secara massif tidak lagi diperlukan. Mereka sudah bisa mengatasi berbagai problem yang dihadapi menggunakan nalar (al-Aql al-Istiqrai) dengan bersandar pada wahyu (al-Qur'an dan Hadits). Nalar ini dulunya belum ada, ia terbentuk melalui pengawasan seorang nabi (Muraqabah nabawiyyah) yang lambat laun mengalami kematangan.

Cahaya kenabian akan tetap bersinar dengan upaya ijtihad yang dilakukan manusia sebagai upaya aktualisasi pembacaan terhadap agama seiring dengan peubahan yang terjadi secara radikal diberbagai lini. selain karena adat dan budaya kala Nabi Muhammad Saw hidup dan mendapat wahyu berbeda dengan adat dan budaya manusia modern. tentunya hal ini butuh kajian dan pembahasan yang mendalam. Dengan ijtihad ajaran islam dapat sesuai untuk diaplikasikan di segala tempat dan waktu.

Jika demikian, maka upaya menutup pintu ijtihad dengan dalih apapun tidak bisa dibenarkan. Upaya tersebut hanya akan memadamkan cahaya nubuwah dan –lebih bahaya lagi- memicu munculnya nabi-nabi baru yang bisa dipastikan adalah nabi imitasi. Betapa tidak, jika ijtihad benar-benar ditutup ajaran islam tidak lagi dinamis, tidak lagi bisa menyapa konteks yang terus berubah. Hingga akhirnya muncul oknum yang mengaku mendapat wahyu, mengaku bertemu dengan malaikat Jibril, mengaku mendapat ajaran baru untuk mengeluarkan manusia dari belenggu kesesatan. Hal ini sangat mungkin terjadi dan mungkin telah terjadi diberbagai Negara yang mayoritas berpenduduk muslim.

Namun hal ini –hemat penulis- tidak terlalu membahayakan. Sebab mereka dengan jelas mengaku bahwa dirinya adalah nabi. Sedangkan pintu kenabian telah tertutup sejak wafatnya nabi Muhammad Saw. Al-Qur'an dan hadits mengatakannya dengan jelas dan tegas. Sehingga hal tersebut sudah menancap di dalam hati sanubari umat islam. Dan sulit untuk menerima orang yang mengaku sebagai nabi.

Ada fenomena baru yang lebih membahayakan, Yaitu sikap berprilaku layaknya seorang nabi dengan dalih membela nabi. Hal ini lebih dari sekedar mengaku, akan tetapi mensejajarkan dirinya bahkan melebihi seorang nabi. dengan mengatas namakan kebenaran dan islam mereka mencerabut hak-hak yang seharusnya wajib dijaga. Seakan kebenaran mutlak ada ditangan mereka. barangkali mereka tidak mengaku –secara lisan- sebagai seorang nabi, namun apa yang mereka lakukan –disadari atau tidak- adalah bentuk mengaku nabi.

Sikap mengkafirkan, menghakimi dan mengeksekusi hanya boleh dilakukan oleh Allah Swt dan Nabi. Manusia tidak berhak ikut campur dalam masalah ini. Manusia cukup menjadi legislator bukan sebagai eksekutor. Terlalu lancang kiranya jika memasuki ranah tersebut. hal yang sangat memprihatinkan adalah tipe-tipe nabi palsu seperti ini sekarang marak dan berkeliaran dimana-mana. Beraksi atas nama agama, akhirnya muncul stigma buruk terhadap islam; islam agama teroris, islam agama radikal dan lain sebagainya.

Fenomena ini membutuhkan penanganan yang serius. Radikalisasi agama akan membahayakan dan sangat bertentangan dengan semangat yang dibawa oleh Islam dan Nabi Muhammad Saw. Mereka yang terjebak dalam kubangan radikalisme sering kali hanya melihat islam dari kulitnya, tanpa mau masuk dan merasakan isi yang ada didalamnya. Hal ini berawal dari pembacaan yang tekstual terhadap teks keagamaan. Sehingga pemahaman yang didapat juga tekstual.

 Sudah selayaknya wajah asli islam yang lentur dan lembut itu dibawa kepermukaan. Ijtihad dan aktualisasi pembacaan sebisa mungkin dimaksimalkan sehingga maqashid yang diusung oleh Nabi Muhammad Saw dan Islam bisa tercapai, kedamaian dan kasih sayang. Wallahu A'lam.



Wednesday, 4 March 2012/12 Jumad al-Awwal 1433
At. 18.44 PM
B-2, H-10, Nasr City, Ciaro
For Afkar Bulletin, PCINU Branch Egypt

1 komentar:

  1. ijin nyimak gan informasinya
    menarik dan bermanfaat nih infonya
    thanks ya, sukses terus

    BalasHapus

ketik komentar anda, pilih name/URL, masukkan nama, dan klik poskan komentar